Minggu, 12 April 2015

TULISAN MINGGU II KEJAHATAN YG TERJADI DIDAERAH "MODUS KEJAHATAN DALAM TI"



Latar Belakang

Kejahatan atau kriminalitas (crime) telah menjadi bagian yang inherent dalam sejarah kehidupan umat manusia sejak jaman dahulu hingga saat ini. Menurut sosiolog Emille Durkheim (1933), kejahatan itu normal ada di semua masyarakat dan hampir tidak mungkin menghilangkan kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan memiliki fungsi dan disfungsi dalam masyarakat. Kejahatan bersifat disfungsi karena memberikan efek yang merusak terhadap tatanan sosial, menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan serta menambah beban ekonomi yang besar bagi masyarakat. Selain bersifat disfungsi, kejahatan juga dapat memberikan efek positif bagi pembangunan fungsi sosial. Kejahatan dapat menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok, memunculkan norma-norma atau aturan yang mampu mengatur masyarakat serta mampu memperkuat penegakkan hukum, serta menambah kekuatan fisik atau organisasi untuk memberantas kejahatan. Menurut Robert L. O’Block menyatakan bahwa kejahatan adalah masalah sosial, maka usaha pencegahan kejahatan yang merupakan usaha yang melibatkan berbagai pihak. Bahwa konsep pencegahan kejahatan (crime prevention) menurut The National Crime Prevention Institute is defines crime prevention as the anticipation, recognition and appraisal of a crime risk and the initiation of some action to remove or reduce it. Definisi pencegahan kejahatan adalah proses antisipasi, identifikasi dan estimasi resiko akan terjadinya kejahatan dan melakukan inisiasi atau sejumlah tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan. Sedangkan menurut Venstermark dan Blauvelt mempunyai definisi lain tentang konsep pencegahan kejahatan yaitu crime prevention means, practically reducing the probality criminalactivity, yang artinya pencegahan kejahatan berarti mengurangi kemungkinan atas terjadinya aksi kejahatan. Kemudian Fisher juga mengemukan pendapatnya yaitu to determind the amount of force a security officer may use to prevent crime, the court have consider circumstances, the seriousness of the crime prevented and the possibility of preventing the crime by other means. (Untuk menentukan jumlah kekuatan petugas pengamanan yang dapat digunakan untuk mencegah kejahatan, pengelola mempertimbangkan keadaan, keseriusan mencegah kejahatan dan kemungkinan mencegah kejahatan dengan cara lain).
Jenis dan bentuk kejahatan selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan dinamika sosial yang berkembang dalam masyarakat. Pola dan modus kejahatan juga kian berkembang sebagai dampak kemajuan teknologi. Kompleksitas gangguan keamanan saat ini tidak lagi bersifat konvensional, namun telah berkembang dalam bentuk-bentuk kejahatan lintas negara (transnational crimes), seperti pembajakan (piracy), kejahatan pencucian uang (money laundering), perdagangan gelap narkotika dan senjata (illicit drugs and arm), perdagangan manusia (trafficking-in persons), penyelundupan barang (smuggling), kejahatan mayantara (cyber crime), illegal logging, illegal mining, illegal fishing hingga berkembangnya jaringan terorisme internasional.
Dampak dinamika perkembangan lingkungan strategik (lingstra) dewasa ini, ragam pola dan bentuk kejahatan terus mengalami perkembangan yang luar biasa. Kondisi ini tentunya berimplikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab Polri sebagai penyelenggara negara di bidang keamanan dalam negeri (kamdagri). Untuk itu, Polri membagi kejahatan ke dalam 4 (empat) golongan / jenis yaitu kejahatan konvensional, seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian dll; kejahatan transnasional, yaitu : terorisme, illicit drugs trafficking, trafficking in persons, money loundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime dan international economic crime; kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, penyelundupan barang, penggelapan pajak, penyelundupan BBM; dan Kejahatan yang berimplikasi kontijensi adalah : SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal, unjuk rasa anarkis, dan lain-lain (Renstra Polri 2010-2014).
Berdasarkan data Kepolisian RI, selama tahun 2012 tindak pidana yang tercatat dari jajaran Mabes Polri mencapai 309.096 kasus. Data ini mengalami penurunan sekitar 16,54 persen dibandingkan tahun 2011 atau penurunan sebesar 51.153 kasus. Jumlah kasus yang dapat diselesaikan sebanyak 164.205 kasus atau mengalami penurunan dibanding 2011 sebanyak 192.950 kasus.Untuk kasus pidana konvensional seperti pencurian dengan pemberatan, serta pencurian dengan kekerasan sebanyak 274.180 kasus dan yang berhasil diselesaikan sebanyak 136.966 kasus atau menurun 1,5% (2.211 kasus) dibanding tahun 2011 yang mencapai 139.177 kasus.Tingkat kriminalitas Ibu Kota DKI Jakarta juga mengalami penurunan, Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan bahwa jumlah kasus tindak pidana sepanjang 2012 mengalami penurunan sebesar 5,86 persen. Berdasarkan catatan Polda Metro Jaya, pada 2012 terjadi 54.391 kasus tindak pidana, angka ini menurun dibandingkan 2011 yaitu 57.779 kasus, atau turun sebanyak 3.388 kasus. Selain itu, prosentase tingkat penyelesaian tindak pidana mengalami kenaikan, di mana pada tahun 2011 tercatat 56,57 persen dan meningkat pada 2012 menjadi 59,67 persen.
Meskipun secara kuantitatif kasus kejahatan mengalami penurunan, namun secara kualitatif kasus-kasus kejahatan cenderung mengalami perkembangan pola, ragam, bentuk dan modus kejahatan. Kasus-kasus kejahatan yang ada saat ini ibarat fenomena “puncak gunung es”, dimana kasus-kasus kejahatan yang terungkap ke publik hanya sebagian kecil saja daripada jumlah keseluruhan kejahatan yang terjadi selama ini. Banyak kasus-kasus kejahatan yang tidak dilaporkan ke polisi oleh para korban kejahatan karena berbagai faktor maupun alasan. Selain itu juga banyak anggota masyarakat yang enggan melaporkan kasus kejahatan yang ada disekitarnya karena alasan tidak mau terlibat atau takut terancam oleh para pelaku kejahatan.
Masih terbatasnya kasus-kasus kejahatan yang belum berhasil diungkap polisi (clearence rate) ditambah banyaknya kasus kejahatan yang tidak dilaporkan ke polisi serta perkembangan ragam, bentuk dan modus kejahatan dewasa ini, membuat tugas-tugas kepolisian terasa semakin berat tantangannya. Oleh karena itu,dalam Rapim Polri yang diselenggarakan 28-31 Januari 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganggap penanganan kamtibmas selama ini cenderung belum optimal. Untuk itu, Polri harus mengubah strategi penanganan kejahatan dari pendekatan yang cenderung bersifat represif (penindakan), menjadi penanganan kejahatan yang lebih memprioritaskan pada pendekatan pre-emtif dan preventif (pencegahan). Dengan perubahan strategi tersebut, diharapkan Polri mampu menekan tingkat kejahatan secara bertahap sehingga mampu menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif untuk mendukung kamdagri.

2.  Pencegahan Kejahatan (Crime Prevention)
Kejahatan (crime) merupakan bagian yang inherent dan selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Emille Durkheim, kejahatan itu normal ada di semua masyarakat dan hampir tidak mungkin menghilangkan kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan memiliki fungsi dan disfungsi dalam masyarakat. Kejahatan bersifat disfungsi karena memberikan efek yang merusak terhadap tatanan sosial, menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan serta menambah beban ekonomi yang besar bagi masyarakat. Selain bersifat disfungsi, kejahatan juga dapat memberikan efek positif bagi pembangunan fungsi sosial. Kejahatan dapat menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok, memunculkan norma-norma atau aturan yang mampu mengatur masyarakat serta mampu memperkuat penegakkan hukum, serta menambah kekuatan fisik atau organisasi untuk memberantas kejahatan (Emille Durkheim, 1933).

Marshall B. Clinar dan J. Abbott dalam Crime and Developing Countries (1973) melihat gejala peningkatan kejahatan yang berhubungan dengan ketersisihan sekelompok masyarakat dalam proses industrialisasi sudah muncul sejak awal abad 19, terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Hal ini pulalah yang belakangan ini menjadi salah satu agenda kecemasan yang penting dalam masyarakat. Krisis ekonomi berkepanjangan selalu berujung pada makin bertumpuknya anggota masyarakat mendekati, bahkan hingga ke bawah garis kemiskinan. Lihat saja angka-angka berikut ini. Dalam keterangan pers akhir tahunnya, Kapolri menyebut bahwa setahun terakhir crime rate tumbuh + 10%, dengan jumlah nominal 157.180 tindak kejahatan. Itu artinya, kurang lebih setiap 3 menit 20 detik sekali terjadi sebuah kejahatan.
Untuk memahami konsep dari pencegahan kejahatan, kita tidak boleh terjebak pada makna kejahatannya, melainkan pada kata pencegahan. Freeman (1992) mencoba mengupas konsep dari pencegahan (prevention) dengan memecah katanya menjadi dua bagian, yaitu prediksi (prediction) dan intervensi (intervention). Hal ini dapat dikatakan bahwa untuk mencegah terjadinya sesuatu tindak kejahatan, yang pertama sekali harus dilakukan adalah memprediksi kemungkinan dari tempat dan waktu terjadinya, dan kemudian menerapkan intervensi yang tepat pada titik perkiraannya (Daniel Gilling, 1997: 2).
Pada dasarnya, pencegahan kejahatan tidak memiliki definisi baku, namun inti dari pencegahan kejahatan adalah untuk menghilangkan atau mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan. Seperti Ekblom (2005:28) menyatakan bahwa pencegahan kejahatan sebagai suatu intervensi dalam penyebab peristiwa pidana dan secara teratur untuk mengurangi risiko terjadinya dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi kejahatan itu. Definisi ini dialamatkan pada kejahatan dan dampaknya terhadap baik individu maupun masyarakat.
Sedangkan Steven P. Lab memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu pencegahan kejahatan sebagai suatu upaya yang memerlukan tindakan apapun yang dirancang untuk mengurangi tingkat sebenarnya dari kejahatan dan/atau hal-hal yang dapat dianggap sebagai kejahatan. (Steven P. Lab, 2010: 26). Menurut National Crime Prevention Institute (NCPI), pencegahan kejahatan melalui pengurangan kesempatan kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu antisipasi, pengakuan, dan penilaian terhadap resiko kejahatan, dan penginisiasian beberapa tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan itu, yang dilakukan dengan pendekatan praktis dan biaya efektif untuk pengurangan dan penahanan kegiatan kriminal (NCPI, 2001: xv).
Sesuai dengan perkembangannya, terdapat tiga pendekatan yang dikenal dalam strategi pencegahan kejahatan. Tiga pendekatan itu ialah pendekatan secara sosial (social crime prevention), pendekatan situasional (situtational crime prevention), dan pencegahan kejahatan berdasarkan komunitas/masyarakat (community based crime prevention).
Menurut M Kemal Darmawan dalam bukunya yang berjudul Strategi Kepolisian Dalam Pencegahan Kejahatan :
  1. Pre-emtif adalah kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen).
  2. Preventif sebagai upaya pencegahan atas timbulnya Ambang Gangguan (police hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata / Ancaman Faktual (crime).
  3. Represif sebagai upaya penegakan hukum terhadap Gangguan Nyata / Ancaman Faktual berupa penindakan/pemberantasan/ penumpasan sesudah kejahatan terjadi atau pelanggaran hukum , yang bertujuan untuk memberikan contoh (Social Learning) dan menimbulkan Efek Deterence agar dapat mengantisipasi para pelaku melakukan / mengulangi perbuatannya.
3.  Kondisi Umum Kriminalitas di Indonesia
Kuantitas dan kualitas kejahatan di Indonesia dari tahun ke tahun kian meningkat dan berkembang. Berdasarkan data Kepolisian RI, selama tahun 2012 tindak pidana yang tercatat dari jajaran Mabes Polri mencapai 309.096 kasus. Data ini mengalami penurunan sekitar 16,54 persen dibandingkan tahun 2011 atau penurunan sebesar 51.153 kasus. Jumlah kasus yang dapat diselesaikan sebanyak 164.205 kasus atau mengalami penurunan dibanding 2011 sebanyak 192.950 kasus.Untuk kasus pidana konvensional seperti pencurian dengan pemberatan, serta pencurian dengan kekerasan sebanyak 274.180 kasus dan yang berhasil diselesaikan hanya 136.966 kasus atau menurun 1,5% (2.211 kasus) dibanding tahun 2011 yang mencapai 139.177 kasus. Selama 2012 tindak pidana terjadi setiap 1 (satu) menit 42 detik atau terjadi peningkatan waktu sebanyak 15 detik dibandingkan 2011, di mana kejahatan terjadi setiap satu menit 27 detik.Jika dihitung dengan jumlah rakyat Indonesia, risiko penduduk terkena tindak pidana tahun ini terjadi setiap 2 menit 4 detik per orang. Sedangkan pada 2011 setiap 1 menit 44 detik per orang. Artinya ada kenaikan waktu 20 detik per orang.
Sedangkan jumlah kejahatan transnasional yang ditangani Polri mengalami peningkatan. Penyelundupan narkotika dari luar negeri ke Indonesia merupakan kejahatan transnasional yang paling menonjol. Jenis kejahatan lain adalah terorisme, trafficking, kejahatan dunia maya (cyber crime), dan penyelundupan manusia. Sepanjang 2012, Mabes Polri menangani 21.457 kasus transnasional. Angka tersebut naik sekitar 24,78 %dari tahun sebelumnya yang berjumlah 16.138 kasus. Dari total 21.457 kasus kejahatan transnasional (2012), Polri baru merampungkan 16.884 kasus,sementara sisa tahun sebelumnya sebanyak 4.573 kasus masih menjadi pekerjaan rumah bagi Polri untuk dituntaskan pada 2013 ini.
Tingkat kriminalitas Ibu Kota DKI Jakarta juga mengalami penurunan. Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan bahwa jumlah kasus tindak pidana sepanjang 2012 mengalami penurunan sebesar 5,86 persen.Berdasarkan catatan Polda Metro Jaya, pada 2012 terjadi 54.391 kasus tindak pidana, angka ini menurun dibandingkan 2011 yaitu 57.779 kasus, atau turun sebanyak 3.388 kasus. Selain itu, prosentase tingkat penyelesaian tindak pidana mengalami kenaikan, di mana pada tahun 2011 tercatat 56,57 persen dan meningkat pada 2012 menjadi 59,67 persen.
Pada tahun 2012 terdapat 11 jenis kasus kejahatan konvensional yang menonjol, seperti pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, penganiayaan berat, pembunuhan, kebakaran, judi, narkoba dan pemerkosaan.Kasus-kasus kejahatan tersebut mengalami penurunan dari 22.518 kasus pada tahun 2011 menjadi 20.855 kasus pada 2012.Pencurian dengan kekerasan mencapai 1.094 kasus, pembunuhan (69 kasus), kebakaran (707 kasus), pemerasan (495 kasus), narkotika (4.836 kasus), kenakalan remaja (41 kasus), pencurian dengan pemberatan (5.862 kasus), pencurian kendaraan bermotor (5.210 kasus), judi (506 kasus) dan pemerkosaan (55 kasus).

4.  Pencegahan Kejahatan oleh Polri
Dalam Rencana Strategis (Renstra) Polri 2010-2014 disebutkan bahwa kebijakan pencegahan kejahatan diarahkan pada deteksi dini melalui program pemolisian masyarakat (Polmas). Tujuan penerapan Polmas adalah terwujudnya kerjasama polisi dan masyarakat lokal (komunitas) untuk menanggulangi kejahatan dan ketidak-tertiban sosial dalam rangka menciptakan ketenteraman umum dalam kehidupan masyarakat setempat. Menanggulangi kejahatan dan ketidaktertiban sosial mengandung makna bukan hanya mencegah timbulnya tetapi juga mencari jalan keluar pemecahan permasalahan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban yang bersumber dari komunitas itu sendiri.
Untuk memungkinkan terbangunnya kerjasama yang menjadi tujuan penerapan Polmas sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sasaran yang harus dicapai adalah : pertama, membangun Polri yang dapat dipercaya oleh warga setempat ; dan kedua, membangun komunitas yang siap bekerjasama dengan Polri termasuk dengan pemerintah daerah dalam meniadakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban serta menciptakan ketenteraman warga setempat. Polri yang dapat dipercaya tercermin dari sikap dan perilaku segenap personel Polri baik dalam kehidupan pribadi sebagai bagian dari komunitas maupun dalam pelaksanaan tugas mereka, yang menyadari bahwa warga komunitas adalah stakeholders kepada siapa mereka dituntut untuk menyajikan layanan kepolisian sebagaimana mestinya.
Sedangkan komunitas yang siap bekerjasama adalah kesatuan kehidupan bersama warga yang walaupun dengan latar belakang kepentingan yang berbeda, memahami dan menyadari bahwa kepentingan penciptaan situasi keamanan dan ketertiban umum merupakan tanggungjawab bersama antar warga, antara warga dengan polisi. Harapan ke depan melalui Polmas ini, kemitraan, sinergitas Polri – Masyarakat – Pemerintah dapat terbangun dan bermanfaat bagi masyarakat. Melalui Polmas potensi-potensi gangguan keamanan dan konflik-konflik sosial secara dini dapat di ketahui (early detection) dan sebagai peringatan dini (early warning) untuk segera diambil langkah awal pelayanannya (aksi dini), agar tidak menjadi gangguan nyata serta menjadi meluas.
Untuk meningkatkan kinerja pencegahan kejahatan dalam rangka penyelenggaraan keamanan, arah kebijakan dan strategi yang dikembangkan Polri antara lain adalah :
  1. Pelaksanaan Polmas akan menjangkau semua titik sebaran pelayanan dengan kualitas pelayanan prima.
  2. Memperkuat Polsek sebagai unit pelayan terdepan.
  3. Melembagakan Polmas di seluruh desa dan komunitas dalam mendukung pencagahan kejahatan.
  4. Membangun citra Polisi pelayan masyarakat yang tegas dan humanis .
  5. Mendorong terbangunnya kemampuan keamanan swakarsa yangbesar dalam komunitas;
  6. Membangun kemampuan manajemen Kepolisian dalam rangka meningkatkan internal service yang efektif, efisien dan akuntabel;
  7. Membangun kemampuan leadership Kepolisian di semua strata melalui merrit system berlandaskan paradigma pelayanan untuk mewujudkan public trust dan internal trust dalam kinerja Kepolisian;
  8. Mewujudkan sistem penghargaan terhadap prestasi kinerja anggota Polisi dan komponen keamanan swakarsa;
  9. Membangun sistem pengawasan dan pengendalian yang objektif dan edukatif dalam rangka mewujudkan manajemen Kepolisian sebagai sub sistem dari good governance dan clean goverment.
Pelaksanaan tugas secara preemtif dan preventif yang didukung dengan sumberdaya yang optimal diharapkan dapat mencegah, menghambat dan menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Selain itu juga untuk melindungi masyarakat dari ancaman perbuatan atau perbuatan pelaku kejahatan yang dapat menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda, sehingga akan terciptaknya rasa aman bagi masyarakat. Kehadiran aparat kepolisian diberbagai tempat sangat dibutuhkan untuk mencegah munculnya gangguan kamtibmas. Respon cepat yang diberikan aparat kepolisian atas berbagai laporan/ pengaduan masyarakat dapat meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat atas kinerja pelayanan Polri. Meningkatnya kepercayaan masyarakat atas kinerja Polri selanjutnya akan mendorong berkembangnya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam memelihara kamtibmas.
Keberhasilan pelaksanaan pencegahan kejahatan akan memberikan dampak meningkatnya kinerja pelayanan kamtibmas Polri secara nasional. Keberhasilan pencegahan kejahatan selanjutnya akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi tercapainya tujuan Polri. Keberhasilan ini juga akan ditandai dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dan pihak-pihak terkait (stakeholders) dalam pelaksanaan tugas-tugas Polri, sehingga akan terbangun kemitraan Polri dengan berbagai pihak (partnership building). Keberhasilan Polri dalam membangun kemitraan dengan berbagai pihak merupakan manifestasi dari keberhasilan pelaksanaan Renstra Polri 2010-2014 dan Grand Strategy Polri. Dengan terwujudnya kinerja pencegahan kejahatan oleh Polri, maka diharapkan dapat memelihara kamtibmas, sehingga diharapkan juga memberikan kontribusi terhadap keamanan dalam negeri.

5.  Kerjasama Pencegahan Kejahatan
a.  Dengan TNI
Kondisi gangguan Kamtibmas dan Kamdagri didaerah dikaitkan dengan keterbatasan dari Kesatuan, mengharuskan untuk meminta bantuan baik dari kesatuan atas maupun kesatuan samping yaitu unsur TNI. Namun dalam pelaksanaannya masih belum optimal dikarenakan masih terkendala oleh hal sebagai berikut :
1)        Belum adanya SOP bersama dalam langkah pencegahan kejahatan .
2)        Komunikasi tersumbat antar aparat TNI dengan Polri; lemahnya komunikasi antara aparat tersebut menyebabkan lemahnya pencegahan kejahatan.
b.  Dengan Pemda
Kerjasama dengan Pemda belum dirasakan optimal hal tersebut dikarenakan belum Pemda belum sepenuhnya dapat memberikan dukungan anggaran yang merupakan salah satu unsur utama dalam pencegahan kejahatan / menyangkut masalah kamtibmas. Karena kebanyakan pejabat Pemda memiliki pemahaman bahwa masalah Kamtibmas adalah urusan kepolisian. Kemudian Polri belum sepenuhnya dilibatkan dalam pembuatan kebijakan terkait dengan pemeliharaan kamtibmas.
c.  Dengan Masyarakat
Untuk melihat bagaimana kondisi kerjasama dengan masyarakat dalam pencegahan kejahatan, sebagai contoh dapat dilihat dari data Pokdar (Kelompok Sadar) Kamtibmas di Polres Metro Jakarta Barat yang masih aktif yaitu 2.960 orang, sedangkan di Polres Bogor data Pokdar Kamtibmas yang masih aktif 150 orang. Adapun kegiatan yang dilaksanakan adalah :
1)        Melaporkan situasi Kamtibmas di wilayah masing-masing baik rutin maupun insidentil.
2)        Bersama anggota Bhabinkamtibmas mengidentifikasi masalah yang ada dilingkungan masing-masing.
3)        Menganalisa dan melakukan langkah-langkah pemecahan
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka di Polres Metro Jakarta Barat hanya 0,10% dari jumlah penduduk 2,8 juta dan di Polres Bogor hanya 0,003% saja dari jumlah penduduk sebanyak 4,4 juta. Dengan melihat jumlah Pokdar tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kerjasama yang dilakukan dengan masyarakat masih belum optimal, hal tersebut dikarenakan minimnya partisipasi masyarakat untuk tergabung kedalam Pokdar Kamtibmas.

6.  Tolok Ukur Keberhasilan Pencegahan Kejahatan
Keberhasilan dalam pencegahan kejahatan yang dilaksanakan oleh Polri akan ditandai dengan indikator-indikator sebagai berikut :

a. Minimnya Tingkat Kriminalitas dan Gangguan Kamtibmas
Keberhasilan strategi pencegahan kejahatan Polri akan ditandai dengan menurunnya kasus-kasus kejahatan dan gangguan kamtibmas ditengah masyarakat. Kondisi ini akan ditandai dengan menurun atau minimnya angka kriminalitas yang tercatat di kantor kepolisian setempat. Hal ini juga menandakan adanya peningkatan kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat untuk melaporkan berbagai kasus kejahatan dan gangguan kamtibmas kepada aparat kepolisian setempat.

b.  Minimnya Keluhan Masyarakat
Indikator keberhasilan strategi pencegahan kejahatan Polri juga ditandai dengan semakin menurun atau minimnya tingkat keluhan masyarakat terhadap pelayanan kamtibmas Polri. Kondisi ini ditandai dengan sedikit atau tidak adanya anggota masyarakat yang menyampaikan keluhan atas berbagai pelayanan kamtibmas yang diberikan Polri. Hal ini dapat diketahui melalui survey pelayanan publik Polri, laporan yang diterima Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Ombudsman atau berbagai informasi yang ada di media massa.

c.  Meningkatnya Kepuasan Masyarakat
Keberhasilan strategi pencegahan kejahatan Polri juga ditandai dengan meningkatnya kepuasan masyarakat atas kinerja pelayanan Polri. Meningkatnya kepuasan masyarakat tersebut dapat diketahui dari meningkatnya indeks kepuasan masyarakat dari hasil survey pelayanan Polri. Meningkatnya kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan meningkatnya dukungan masyarakat atas Polri dan minimnya tingkat keluhan masyarakat atas kinerja pelayanan Polri.

d.  Meningkatnya Partisipasi Masyarakat
Menurun atau minimnya tingkat kejahatan dan gangguan kamtibmas juga menunjukkan bahwa masyarakan ikut berperan serta dalam memelihara situasi kamtibmas melalui berbagai laporan atau pengaduan atas berbagai kasus kejahatan dan gangguan kamtibmas. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat ikut berpartisipasi dalam mencegah terjadinya tindak kejahatan dengan senantiasa memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas) dilingkungan sosialnya. Meningkatnya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam harkamtibmas juga menunjukkan semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat atas kinerja pelayanan Polri dan keberhasilan Polri dalam membangun kemitraan dengan masyarakat dan stakeholders.

7.  Kebijakan dan Strategi Pencegahan Kejahatan
Salah satu prasarat berjalannya proses pembangunan nasional adalah terpeliharanya situasi keamanan dalam negeri (kamdagri) yang kondusif. Untuk terselenggaranya pembangunan nasional tersebut, Polri sebagai alat negara dibidang keamanan memiliki peran dan tanggungjawab memelihara kamdagri. Hal ini sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2002 Pasal 5, “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.” Dalam rangka pelaksanaan tugas dibidang keamanan dalam negeri tersebut, selain menggunakan pendekatan represif (penindakan), Polri juga harus menekankan pada pendekatan preventif dan pre-emtif (pencegahan) sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 14 Ayat (1), yakni membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; turut serta dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Salah satu bentuk pendekatan pre-emtif dalam pencegahan kejahatan (crime prevention) dilakukan melalui pola kemitraan Polri dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait (stakeholders). Kemitraan Polri dengan masyarakat dan stakeholders dibutuhkan karena masyarakat setempat yang paling mengetahui dan merasakan berbagai persoalan kamtibmas dilingkungannya. Untuk itu, perlu adanya sinergi antara Polri dengan masyarakat dan stakeholders dalam memecahkan akar persoalan kejahatan. Keberhasilan sinergi Polri dengan masyarakat dan stakeholders dalam memecahkan persoalan kamtibmas akan dapat menciptakan rasa aman dan nyaman masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, sehingga proses pembangunan nasional dapat terselenggara dengan baik dan lancar.

a.  Kebijakan
  • Memperkuat Polsek sebagai ujung tombak pemeliharaan kamtibmas.
  • Melembagakan Polmas di seluruh desa dan komunitas dalam rangka mencegah kejahatan dan gangguan kamtibmas.
  • Membangun citra Polisi sebagai mitra masyarakat.
  • Membangun kerjasama lintas sektoral/departemen dalam rangka mewujudkan kamdagri.
  • Membangun kemampuan manajemen Kepolisian yang profesional dan akuntabel dalam rangka kamdagri.
  • Mewujudkan sistem penghargaan terhadap prestasi kinerja anggota Polisi dan komponen keamanan swakarsa.
  • Membangun sistem pengawasan dan pengendalian yang objektif dan edukatif dalam rangka mewujudkan akuntabilitas Polri.
  •  
b. Strategi
  • Jangka Pendek
  1. Meningkatkan kualitas SDM Polri melalui kegiatan pendidikan, latihan serta seminar/workshop berkaitan dengan manajemen pencegahan kejahatan dan Polmas;
  2. Secara bertahap meningkatkan jumlah personil Polmas di tingkat Polsek yang akan ditugaskan untuk membangun kemitraan Polri dengan masyarakat;
  3. Membangun forum kemitraan Polri dengan masyarakat, untuk merumuskan program pencegahan kejahatan dan harkamtibmas;
  4. Melembagakan Polmas di seluruh desa dan komunitas dalam rangka pencegahankejahatan dan harkamtibmas;
  5. Membangun jaringan informasi personal (contact person) untuk memotong jalur birokrasi dan kecepatan bertindak apabila sewaktu-waktu ada informasi penting terkait kejahatan atau gangguan kamtibmas;
  6. Membangun komunikasi dan interakasi yang baik dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dalam rangka pencegahan kejahatan dan harkamtibmas;
  7. Membangun kerjasama dengan pemda dan DPRD setempat dalam rangka mendapatkan dukungan anggaran pencegahan kejahatan yang bersumber dari APBD.
  8. Membangun kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka pencegahan kejahatan dan harkamtibmas.
  9. Membangun kerjasama pengawasan kamtibmas dengan media massa, LSM dan ormas.
  10. Membangun kerjasama dengan instansi terkait untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat.
  11. Menerapkan rewards and punishment secara konsisten untuk meningkatkan motivasi anggota Polri dalam melaksanakan tugas harkamtibmas.

  • Jangka Menengah
    1. Melanjutkan program jangka pendek yang belum terlaksana atau belum selesai.
    2. Penyusunan sistem penganggaran berbasis kinerja untuk pemeliharaan kamtibmas di seluruh satker dan satuan wilayah.
    3. Meningkatkan alokasi anggaran program Polmas guna mendorong terbangunnya kemitraan Polri dengan masyarakat dan stakeholders dalam rangka pencegahan kejahatan.
    4. Membangun sistem koordinasi antar satker dan satuan kewilayahan dalam upaya pencegahan kejahatan dan gangguan kamtibmas.
    5. Memperkuat struktur organisasi Polsek sebagai ujung tombak harkamtibmas dengan mengembangkan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Polmas sebagai sarana pemecahan akar permasalahan sosial dan pencegahan kejahatan.
    6. Membangun forum-forum kerukunan sosial di seluruh desa atau komunitas, yang menyatukan berbagai keragaman suku, ras, agama dan budaya masyarakat dalam rangka membangun kerjasama dan toleransi antar kelompok masyarakat.
    7. Mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system) di setiap satuan kewilayahan yang mampu mendeteksi setiap potensi kejahatan dan gangguan kamtibmas, sehingga dapat dilakukan antisipasi atau pencegahan.
    8. Melakukan pemetaan wilayah rentan kejahatan di setiap satuan kewilayahan yang berisi data atau informasi riwayat kejahatan, bentuk-bentuk dan modus kejahatan, faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan serta pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan tersebut.
    9. Menyusun pedoman pencegahan kejahatan yang akan menjadi panduan seluruh satuan kewilayahan dalam mengelola potensi kejahatan dan gangguan kamtibmas ditengah masyarakat.
    10. Membangun mekanisme pengaduan dan pengawasan berbasis teknologi untuk kecepatan merespon setiap pengaduan masyarakat atas berbagai bentuk kejahatan dan gangguan kamtibmas.

  • Jangka Panjang
    1. Melanjutkan program-program jangka menengah yang belum terlaksana atau belum selesai.
    2. Menginvertarisir dan merevisi kebijakan dan strategi maupun petunjuk-petunjuk operasional pencegahan kejahatan yang masih lemah.
    3. Meningkatkan partisipasi tokoh masyarakat/adat/agama, LSM, Ormas dan pihak-pihak terkait lainnya dalam rangka pencegahan kejahatan danharkamtibmas;
    4. Memperluas titik-titik jangkauan pelayanan Polri di lingkungan masyarakat dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan atau gangguan kamtibmas.
    5. Membangun sistem renumerasi dan pembinaan personil yang dapat memberikan insentif bagi setiap personil Polri yang berkinerja baik dalam menjalankan tugas pokoknya.
    6. Melanjutkan/ melaksanakan kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka pendidikan, pelatihan dan teknologi guna mengantisipasi kejahatan dan membangun kerukunan antar kelompok masyarakat.
    7. Melakukan monitoring dan evaluasi secara komprehensif terhadap kinerja pencegahan kejahatan Polri selama ini guna mengembangkan atau memperbaiki sistem pencegahan kejahatan.
    8. Memberikan masukan kepada Pemerintah dan DPR terkait dengan berbagai kendala atau permasalahan dalam penerapan kebijakan pencegahan kejahatan.
Sumber :
-        Durkheim, Emille.The Division of Labour in Society. Glencoe, Illinois: Free Press, 1933.
-        Robert O’Block L.Security and Crime Prevention.Mosby Company, St Louis, 1981, hal. 1-3.
-        Robert J. Fischer and Gion Green.Introduction to Security. Elsevier Science USA, Butterworth Heinemann, sixth Ed,1998, hal. 144.
-        Paparan KapolriJenderal Pol. Timur Pradopo dalam Laporan Akhir Tahun 2012 di Mabes Polri, Jakarta, 28 Desember 2012.
-        Pernyataan Kapolda Metro Jaya dalam Keterangan Pers di Main Hall Polda Metro Jaya, 27 Desember 2012.
-        Paparan Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo dalam Laporan Akhir Tahun 2012 di Mabes Polri, Jakarta, 28 Desember 2012.
-        Pernyataan Kapolda Metro Jaya dalam Keterangan Pers di Main Hall Polda Metro Jaya, 27 Desember 2012.
-        TribunNews.com, Catatan Akhir Tahun 2012 : Inilah Jumlah Kasus Kriminal di Ibukota Jakarta.
-        https://polmas.wordpress.com/2014/10/17/strategi-pencegahan-kejahatan-dalam-rangka-harkamtibmas/

TULISAN MINGGU II CONTOH STUDI KASUS

STUDI KASUS IT FORENSICS

STUDI KASUS “ISI LAPTOP NOORDIN M. TOP”
Pada tanggal 29 September 2009, Polri akhirnya membedah isi laptop Noordin M. Top yang ditemukan dalam penggrebekan di Solo. Dalam temuan tersebut akhirnya terungkap video rekaman kedua ‘pengantin’ dalam ledakan bom di Mega Kuningan, Dani Dwi Permana dan Nana Ichwan Maulana.  Sekitar tiga minggu sebelum peledakan Dani Dwi Permana dan Nana Ichwan pada video tersebut setidaknya melakukan field tracking sebanyak dua kali ke lokasi JW. Marriot dan Ritz Carlton yang terletak di daerah elit dimana banyak Embassy disini, Mega Kuningan. Dalam melakukan survei tersebut Dani dan Nana didampingi oleh Syaifuddin Zuhri sebagai pemberi arahan dalam melakukan eksekusi bom bunuh diri. Tampak dibelakang adalah target gedung Ritz Carlton“Dari digital evidences yang kita temukan, terungkap bahwa mereka sempat melakukan survei lebih dulu sebelum melakukan pengeboman,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Nanan Sukarna, Selasa (29/9). Tampak “Pengantin” bermain HP sambil duduk dihamparan rumput yang terletak diseberang RItz Carlton Mega Kuningan  Pada survei pertama, tanggal 21 Juni 2009 sekitar pukul 07.33, Dani dan Nana bersama Syaifuddin Zuhri memantau lokasi peledakan. Namun, mereka tidak masuk ke dalam Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton yang menjadi sasaran utama, ketiganya hanya berada di sekitar lapangan di sekitar lokasi tersebut. Nana dan Ichwan terlihat melakukan strecthing dan jogging di sekitar lokasi yang memang terhampar lapangan rumput yang seluas lapangan sepak bola.  Survei yang kedua dilakukan pada tanggal 28 Juni 2009 dan dilakukan sekitar pukul 17.40. Dani, Nana, dan Syaifuddin Zuhri kembali mendatangi lokasi yang sama untuk yang terakhir kalinya sebelum melakukan peledakan. Zuhri sempat terdengar mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan agar Amerika hancur, Australia hancur, dan Indonesia hancur  Dari rekaman terakhir, juga diperdengarkan pembicaraan Syaifuddin Zuhri dengan Nana dan Ichwan. Zuhri sempat terdengar mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan agar Amerika hancur, Australia hancur, dan Indonesia hancur. “Dari ucapan Zuhri terungkap mereka masih mengincar Amerika dan Australia sebagai target operasi” ungkap Nanan.
(Artikel : www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/09/29/1234/isi-laptop-noordin-m-top-berisi-video-’pengantin/)
Menurut Kepala Unit Cyber Crime Bareskrim Polri, Komisaris Besar Petrus Golose, dalam laptop Noordin ada tulisan milik Saefudin Jaelani (SJ) alias Saefudin Zuhri. Dari dokumen tulisan Saefudin Jaelani (SJ), polisi bisa mengetahui pembagian tugas dalam jaringan teroris Noordin M Top. “Kita adalah organisasi yang rapi, ada pimpinan, ada bendahara, ada yang ngurusi dana, cari orang alias provokasi, mengeluarkan fatwa, menjaga keluarga mujahid, cari bahan peledak, cari senjata, urusan politik, mengambil film rekaman, kurir, pencari mobil,” kata Petrus, menirukan isi tulisan Saefudin Jaelani (SJ).  Kata Petrus, peran-peran tersebut bukan rekaan polisi, tapi berdasarkan tulisan anggota jaringan teroris. Selain merinci peran anggota jaringan teror, dari tulisan Saefudin Jaelani (SJ) juga bisa diketahui mengapa kelompok teroris Noordin M Top beroperasi di Indonesia. Termasuk mengapa teroris mengincar Amerika dan Australia.  “Negara beserta sistem UU adalah kafir,” kata Petrus menirukan tulisanSaefudin Jaelani (SJ) . “Meneruskan dakwah di KBRI yang berujung pada sikap tak jelas dan kawan-kawan bermuamalah dengan toghut-toghut KBRI,” tambah Petrus, masih menirukan tulisan Saefudin Jaelani (SJ).  Menurut Petrus, sejak 2005 sampai saat ini,Saefudin Jaelani (SJ) punya posisi penting dalam jaringan Noordin. “Dia pimpinan strategis jaringan Al Qaeda Asia Tenggara,” tambah dia. Pria yang kerap disapa ‘Udin’ ini banyak terlibat dengan jaringan Al Qaeda. Dalam pengeboman di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton 17 Juli 2009 lalu, Saefudin Jaelani (SJ) berperan sebagai pimpinan lapangan sekaligus perekrut pelaku bom, Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana. Saefudin Jaelani (SJ) kini masih dalam pengejaran Polri.

(Artikel : www.vivanews.com)

KAITAN KASUS DENGAN 4 ELEMEN KUNCI
 Kasus terorisme di Indonesia memang terbilang cukup sulit diberantas. Hal ini dikarenakan organisasi terorisme tersebut cukup kuat dan merupakan mata rantai dari terorisme internasional. Akan tetapi keberhasilan Polri menumpas gembong terorisme Noordin M. Top adalah hal yang luar biasa dan patut disyukuri. Bukti-bukti yang berada dalam laptop Noordin merupakan bukti digital yang dapat memberikan keabsahan hukum di persidangan.

Adapun kaitan dengan 4 elemen kunci forensik IT yaitu :
1. Identifikasi dalam bukti digital (Identification Digital Evidence)
    Dari studi kasus di atas, bukti yang terdapat dalam laptop Noordin dikategorikan sebagai bukti   
    digital (digital evidences). Dari dua artikel tersebut dapat diidentifikasi terdapat 2 bukti digital  
    yaitu :

i. Video rekaman field tracking Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana ke lokasi JW. Marriot dan Ritz Carlton. Dalam melakukan survei tersebut Dani dan Nana didampingi oleh Syaifuddin Zuhri sebagai pemberi arahan dalam melakukan eksekusi bom bunuh diri.
  
ii. Dokumen tulisan milik Saefudin Jaelani yang berisi pembagian tugas dalam jaringan teroris Noordin M Top dan alasan melakukan tindakan terorisme di Indonesia.

2. Penyimpanan bukti digital (Preserving Digital Evidence)
 
Penyimpanan bukti digital tersebut disimpan dalam harddisk laptop milik Noordin. Dengan hal ini, bukti tersebut sudah dipastikan akan tetap tersimpan. Untuk menjaga penyimpanan bukti digital tersebut, dapat dilakukan dengan cara mengkloningkan seluruh data yang tersimpan. Hasil kloningan ini harus sesuai 100% dengan bukti yang aslinya. Sehingga diharapkan bukti tersebut dapat dipercaya.

3. Analisa bukti digital (Analizing Digital Evidence)
Dari analisa digital yang dilakukan pihak Kepolisian, terlihat jelas bahwa bukti tersebut menguak kejadian sebenarnya yang telah direncanakan dengan baik. Bukti ini dapat mejadi bukti yang kuat di peradilan andai saja Noordin tidak tewas dalam penggerebekan tersebut. Selain itu analisa terhadap tulisan Saefuddin Juhri mengindikasikan bahwa terorisme di Indonesia terhubung dengan dunia terorisme internasional (khususnya Al-Qaeda).

4. Presentasi bukti digital (Presentation of Digital Evidence)
Dalam penyajian presentasi bukti digital, pihak Polri harus mendapatkan persetujuan dari Humas kepolisian. Dengan tujuan agar penyajian bukti tersebut menghadirkan informasi yang benar, tepat, akurat dan dapat dipercaya.  Dan pada akhirnya, kita selaku masyrakat juga bisa melihat video rekaman tersebut dengan jelas di TV karena Kadiv Humas Polri mengijinkan hal tersebut.
KESIMPULAN
Dunia forensik IT di Indonesia merupakan hal yang baru dalam penanganan kasus hukum. Adanya UU ITE dirasa belum cukup dalam penegakan sistem hukum bagi masyarakat. Kegiatan forensik IT ini bertujuan untuk mengamankan bukti digital yang tersimpan. Dengan adanya bukti-bukti digital, suatu peristiwa dapat terungkap kebenarannya. Salah satu studi kasusnya adalah isi laptop Noordin M. Top yang banyak memberikan kejelasan mengenai tindak terorisme di Indonesia.  Elemen yang menjadi kunci dalam proses forensi IT haruslah diperhatikan dengan teliti oleh para penyidik di Kepolisisan. Proses ini bertujuan agar suatu bukti digital tidak rusak sehingga dapat menimbulkan kesalahan analisis terhadap suatu kasus hukum yang melibatkan teknoligi informasi dan komunikasi. Dengan menjaga bukti digital tetap aman dan tidak berubah, maka kasus hukum akan mudah diselesaikan.
SARAN
Dikarenakan perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, maka dibutuhkan juga suatu regulasi yang mengatur tentang keabsahan barang bukti digital. Terutama untuk mendukung proses forensik IT di Indonesia. Karena UU ITE yang dirasa belum terlalu mencakup seluruh kegiatan teknologi informasi dan komunikasi khususnya bidang forensik IT, maka saya selaku penulis menyarankan agar segera dibentuknya Peraturan Pemerintah/Perpu (atau apapun bentuknya) mengenai forensik IT. Hal ini berguna untuk meningkatkan kinerja sistem hukum kita agar lebih kuat, transparan, dan memberikan keprecayaan kepada masyarakat Indonesia.
Teknik forensik teliti bukti digital Saat mendengar kata digital forensik maka bayangan saya adalah sesuatu yang berkaitan ilmu kedokteran. Apa sebetulnya digital forensik?

Digital forensik itu turunan dari disiplin ilmu teknologi informasi (information technology/IT) di ilmu komputer, terutama dari ilmu IT security. Kata forensik itu sendiri secara umum artinya membawa ke pengadilan. Digital forensik atau kadang disebut komputer forensik yaitu ilmu yang menganalisa barang bukti digital sehingga dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan.

Apa saja yang termasuk barang bukti digital forensik?
Semua barang bukti digital (any digital evidence) termasuk handphone, notebook, server, alat teknologi apapun yang mempunyai media penyimpanan dan bisa dianalisa.

Kapan mulai marak di Indonesia?
Baru satu-dua tahun belakangan ini saja, itu pun para ahlinya masih terbatas. Ilmu ini harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, tidak hanya di laporan saja tapi juga di pengadilan. Di Indonesia ahlinya masih sangat jarang karena mungkin tidak terlalu banyak orang IT yang aware di bidang ini. Yang kedua, mungkin masih banyak orang IT yang takut bila ini dikaitkan dengan hukum. Kalau saya senang sekali ilmu IT dikaitkan dengan ilmu hukum.

Apakah profesional digital forensik seperti anda banyak atau tidak di Indonesia ?
Terus terang kalau dari segi jumlah belum cukup. Selama tiga tahun terakhir saya juga menjadi trainer di IT security training, dan saya sudah melatih lebih dari 30 orang mengenai digital forensik, bukan IT yang lain. Kebanyakan peserta training saya adalah pekerja di sektor corporate, kerja di bank, perusahaan swasta. Jadi mereka menggunakan ilmu forensiknya untuk internal perusahaan semata sehingga jarang terekspos di publik.

Bagaimana mekanisme kerja seorang ahli digital forensik?
Ada beberapa tahap, yang utama adalah setelah menerima barang bukti digital harus dilakukan proses acquiring, imaging atau bahasa umumnya kloning yaitu mengkopi secara presisi 1 banding 1 sama persis. Misalnya ada hard disc A kita mau kloning ke hard disc B, maka hard disc itu 1:1 persis sama isinya seperti hard disc A walaupun di hard disc A sudah tersembunyi ataupun sudah dihapus (delete). Semuanya masuk ke hard disc B. Dari hasil kloning tersebut barulah seorang digital forensik melakukan analisanya. Analisa tidak boleh dilakukan dari barang bukti digital yang asli karena takut mengubah barang bukti. Kalau kita bekerja melakukan kesalahan di hard disk kloning maka kita bisa ulang lagi dari yang aslinya. Jadi kita tidak melakukan analisa dari barang bukti asli. Itu yang jarang orang tahu.

Kedua, menganalisa isi data terutama yang sudah terhapus, tersembunyi, terenkripsi, dan history internet seseorang yang tidak bisa dilihat oleh umum. Misalnya, apa saja situs yang telah dilihat seorang teroris, kemana saja mengirim email, dan lain-lain. Bisa juga untuk mencari dokumen yang sangat penting sebagai barang bukti di pengadilan. Jadi digital forensik sangat penting sekarang. Menurut saya, semua kasus perlu analisa digital forensik karena semua orang sudah memiliki digital device, kasarnya, maling ayam pun sekarang memiliki HP dan HP tersebut bisa kita analisa.

Asumsinya, orang yang mempunyai keahlian seperti Anda tentu harus berlatar belakang IT atau komputer, betulkah?

Ya, karena ilmu digital forensik itu turunan dari IT security. Jadi bisa dikatakan orang yang sudah terjun di IT security maka mau tidak mau harus mengetahui secara general seluruh ilmu IT. Itu karena untuk menjaga keamanan IT-nya maka dia harus tahu detailnya.

Apa kasus pertama yang Anda tangani?
Kasus pertama saya adalah artis Alda, yang dibunuh di sebuah hotel di Jakarta Timur. Saya menganalisa video CCTV yang terekam di sebuah server. Server itu memiliki hard disc. Saya memeriksanya untuk mengetahui siapa yang datang dan ke luar hotel. Sayangnya, saat itu awareness terhadap digital forensik dapat dikatakan belum ada sama sekali. Jadi pada hari kedua setelah kejadian pembunuhan, saya ditelepon untuk diminta bantuan menangani digital forensik. Sayangnya, kepolisian tidak mempersiapkan barang bukti yang asli dengan baik. Barang bukti itu seharusnya dikarantina sejak awal, dapat diserahkan kepada saya bisa kapan saja asalkan sudah dikarantina. Dua minggu setelah peristiwa alat tersebut diserahkan kepada saya, tapi saat saya periksa alat tersebut ternyata sejak hari kedua kejadian sampai saya terima masih berjalan merekam. Akhirnya tertimpalah data yang penting karena CCTV di masing-masing tempat/hotel berbeda settingnya. Akibat tidak aware, barang bukti pertama tertimpa sehingga tidak berhasil diambil datanya.

Pertama kali Anda diminta oleh kepolisian atau para penegak hukum untuk membantu meneliti, bagaimana mereka mengetahui Anda karena digital forensik merupakan pengetahuan baru?
Terus terang sewaktu awal memperkenalkan digital forensik ke publik pada 2006, saya bisa dikatakan nekat. Kalau saya tidak terjun membantu kepolisian, maka ilmu saya tidak berguna karena saat itu awareness terhadap digital forensik belum ada. Jadi saya mencoba mendekatkan dulu kepada penegak hukum agar bisa saya rekatkan awareness tersebut. Alhamdulillah, setelah tiga bulan di lingkup penegak hukum yang saya kenal pada level kepolisian daerah (Polda) dan markas besar (Mabes), mereka sudah sangat aware terhadap digital forensik. Sampai 2009 banyak kasus yang saya bantu. Saya senang mendengar ketika polisi mengatakan, “Ada barang bukti digital, tunggu Ruby.” Ini bukan masalah Ruby sebenarnya, tapi masalah digital forensiknya. Ketika sudah aware maka mereka tidak menganalisa barang bukti sembarangan sehingga nantinya tidak dibantah di pengadilan.
Sumber :
http://kikifirmansyah.blog.upi.edu/