Minggu, 27 November 2011

Pengertian Agama Dan Masyarakat

  1. A. Pengertian Agama Dan Masyarakat

Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
  • Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
  • Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
  • Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
  • Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
  • Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
  • Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
  1. A. Fungsi-Fungsi Agama
Tentang Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang berdiri sendiri. Agama terdiri dari berbagai dimensi yang merupakan satu kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan barat menguraikan agama ke dalam lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi seorang penganut agama tertentu dengan adanya perilaku dan keyakinan yang merupakan wujud komitmennya. Ketidakutuhan seseorang dalam menjalankan lima dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya tidak dapat diakui secara utuh. Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap yang melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen) pada ajaran agama. Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah, serta apa yang baik dan yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being, bukan dari kebudayaan yang diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama yang benar tidak dirumuskan oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang benar yang mengetahui segala sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu sendiri. Dan apa yang ada dalam agama selalu berujung pada tujuan yang ideal. Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang ada dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.
Mengapa ada yang Takut pada Agama?
Mereka yang sekuler berusaha untuk memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu besar pada pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau mematuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang lebih. Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.
Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empiri. Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.
Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya.
Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua-apakah hal itu bersifat empiri-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea. Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama-yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.

  1. B. Pelembagaan Agama

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengurapamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah. Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desadesa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar. Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.

A. Agama, Konflik dan Masyarakat

Secara sosiologis, Masyarakat agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.

Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.

Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.

Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori konflik.

B.. Konflik yang ada dalam Agama dan Masyarakat
Di beberapa wilayah, integritas masyarakat masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama terjalin dengan baik, didasarkan kepada rasa solidaritas, persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil saja karena pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang disebabkan berbagai faktor yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.

Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.

Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.

Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin Daja dan Herman Leonard Beck (red.), Ilmu Perbandingan agama di Indonesia dan Belanda, (Jakarta : INIS, 1992)
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed.), Passing Over: Melintasi Batas Agama (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998).
Michael H. Hart, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaedi (Jakarta : Pustaka Jaya, 1990), cet. XII.
Mukti Ali, A., “Dialog between Muslims and Christians in Indonesia and its Problems” dalam Al-Jami’ah, No. 4 Th. XI Djuli 1970.
Zainul Abas, HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA : TANTANGAN DAN HARAPAN. STAIN Surakarta. 


Reverensi:    
 http://obyramadhani.wordpress.com/2009/11/20/agama-dan-masyarakat/
http://herisantoso89.blogspot.com/2010/10/agama-konflik-dan-masyarakat.html

Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kemiskinan

Ilmu pengetahuan ,teknologi,dan kemiskinan



 
 
 
 
 
 
 
 Quantcast
science_image
Ilmu Pengetahuan

Just kidding Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.
Sikap Ilmiah

Scientist atau Sikap ilmiah dimana ilmuwan mempelajari gejala-gejala alam melalui observasi, eksperimentasi dan analisis yang rasional. Ia menggunakan sikap-sikap tertentu (Scientific attitudes). Sikap-sikap tersebut antara lain : 1. Jujur Seorang ilmuwan wajib melaporakan hasil pengamatan secara objektif. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin saja ia tidak jujur dari manusia lain, tetapi dalam hal penelitian ia harus sejujur-jujurnya dalam melaporkan penelitiannya. 2. Terbuka Seorang ilmuwan mempunyai pandangan luas, terbuka dan bebas dari praduga. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum menerima/ menolaknya. Jadi ia terbuka akan pendapat orang lain. 3. Toleran Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa ia paling hebat. Ia bersedia mengakui bahwa orang lain mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih luas, atau mungkin saja pendapatnya bisa salah. Dalam belajar menambah ilmu pengetahuan ia bersedia belajar dari orang lain, membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain, serta tidak memaksakan suatu pendapat kepada orang lain. 4. Skeptis Ilmuwan dalam mencari kebenaran akan bersikap hati-hati, meragui, dan skeptis. Ia akan menyalidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia akan bersikap kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan tanpa didukung bukti-bukti yang kuat.
5. Optimis Seorang ilmuwa selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu itu tidak dapat dikerjakan, tetapi akan mengatakan “ Berikan saya kesempatan untuk memikirkan dan mencoba mengerjakan “. 6. Pemberani Ilmuwan sebagai pencari kebenaran harus berani melawan semua kesalahan, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat kemajuan. 7. Kreatif Ilmuwan dalam mengembangkan ilmunya harus selalu kreatif agar terlihat lebih menarik.
Teknologi

atom
Teknologi merupakan satu konsep yang luas dan mempunyai lebih daripada satu takrifan. Takrifan yang pertama ialah pembangunan dan penggunaan alatan, mesin, bahan dan proses untuk menyelesaikan masalah manusia.
Istilah teknologi selalunya berkait rapat dengan rekaan dan gadget menggunakan prinsip sains dan proses terkini. Namun, rekaan lama seperti tayar masih menunjukkan teknologi.
Maksud yang kedua digunakan dalam bidang ekonomi, yang mana teknologi dilihat sebagai tahap pengetahuan semasa dalam menggabungkan sumber bagi menghasilkan produk yang dikehendaki. Oleh itu, teknologi akan berubah apabila pengetahuan teknikal kita berubah.
Takrifan teknologi yang diguna pakai di sekolah-sekolah dan institusi-insitusi pengajian tinggi di Malaysia ialah aplikasi pengetahuan sains yang boleh memanfaatkan serta menyelesaikan masalah manusia yang dihadapi dalam kehidupan seharian.
Ciri-ciri fenomena teknik pada masyarakat :
  • Rasionalitas, artinya tidakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
  • Artifisialitas, artiya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
  • Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi da rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
  • Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
  • Monisme artiya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
  • Universalisme. artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
  • Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip
Hubungan Ilmu dengan Nilai-nilai Hidup

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan keilmuan maupun penggunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bersifat universal, bertanggungjawab pada kepentingan umum, dan kepentingan generasi mendatang.
Tanggung jawab ilmu menyangkut juga hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu dimasa lalu, sekarang maupun akibatnya di masa mendatang, berdasarkan keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini tentu menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut upaya penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan manusia, melainkan harus menyadari apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia seharusnya, baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Jadi perkembangan ilmu akan mempengaruhi nili-nilai kehidupan manusia tergantung dari manusianya itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan di bidang ilmu memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, karena tugas terpenting ilmu adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya.
Mengapa Ilmu Tidak Dapat Terpisahkan dengan Nilai-nilai Hidup

Ilmu dapat berkembang dengan pesat menunjukkan adanya proses yang tidak terpisahkan dalam perkembangannya dengan nilai-nilai hidup. Walaupun ada anggapan bahwa ilmu harus bebas nilai, yaitu dalam setiap kegiatan ilmiah selalu didasarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Anggapan itu menyatakan bahwa ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri, yaitu ilmu harus bebas dari pengandaian, pengaruh campur tangan politis, ideologi, agama dan budaya, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu terjamin, dan pertimbangan etis menghambat kemajuan ilmu.
Pada kenyataannya, ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam aktifitasnya terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung tujuan yang rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.
Setiap kegiatan teoritis ilmu yang melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung kepentingan tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga bidang, yaitu pekerjaan yang merupakan kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa yang merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, dan otoritas yang merupakan kepentingan ilmu sosial.
Dengan bahasan diatas menjawab pertanyaan mengapa ilmu tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai hidup. Ditegaskan pula bahwa dalam mempelajari ilmu seperti halnya filsafat, ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup manusia, yaitu:
1. Pendekatan Ontologis
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.
Dalam kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
2. Pendekatan Epistemologi
Epistemologis adalah cabang filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan proses yang memungkikan dipelajarinya pengetahuan yang berupa ilmu.
Dalam kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup manusia, dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual. Jadi ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan.
3. Pendekatan Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk itu ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.
Kemiskinan

ANGKA KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Ciri Kemiskinan
Apabila kita amati, mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
  • Mereka umumnya tidak mempunyai factor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal dan keterampilan.
  • Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
  • Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD atau SLTP. Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.
  • Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan
  • Kebanyakan dari mereka yang hidup di kota, masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan yang mumpuni dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota. Sehingga banyak dari mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman, tukang becak, pembantu rumah tangga. Beberapa dari mereka bahkan jadi pengangguran atau gelandangan.
Fungsi-fungsi Orang Miskin

Thumbs up Pertama : adalah menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat, berbahaya, tetapi di bayar murah.
Sun Kedua : kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang atau jasa. Baju bekas yang sudah tidak terpakai dapat di jual ( atau dengan bangga di katakan ” di infakan ”)kepada orang-orang miskin.
Goat Ketiga : kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di bayar murah, petani tidak boleh menaikan harga beras mereka untuk mensubsidi orang-orang kota.
Rainbow  Kempat : kemiskinan adalah menyediakan lapangan kerja,bagaimana mungkin orang miskin memberikan lapangan kerja ? karena ada orang miskin lahirlah pekerjaan tukang kredit ( barang atau uang ) aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari badan-badan internasional lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan kantor ) belakangan kita tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di jual oleh negara ketiga di pasaran internasional selain kemiskinan.
Black Sheep Kelima : kemiskinan adalah memperteguh status sosial orang-orang kaya, perhatikan jasa orang miskin pada perilaku orang-orang kaya baru. Sopir yang menemaninya memberikan label bos kepadanya.Nyonya-nyonya dapat menunjukan kekuasaannya dengan memerintah inem-inem mengurus rumah tangganya.
Light bulb Tanggapan
Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki kaitan yang jelas, yakni teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan. Selain itu, teknologi juga mengandung ilmu pengetahuan didalamnya. Ilmu pengatahuan digunakan untuk mengatahui “apa” sedangkan teknologi digunakan untuk mengatahui “bagaimana”. Perubahan teknologi yang cepat dapat menyebabkan kemiskinan, karena dapat menyebabkan perubahan sosial yang fundamental.
Referensi:

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat


etnosentrisKepentingan, prasangka, diskriminasi dan etnosentris
Sering kita temui keadaan dimasyarakat para anggotanya pada kondisi tertentu, diwarnai oleh adanya persamaan-persamaan dalam berbagai hal. Tetapi juga didapati perbedaan-perbedaan dan bahkan sering kita temui pertentangan-pertentangan. Sering diharapkan panas sampai petang tetapi kiranya hujan setengah hari, karena sebagus-bagus nya gading akan mengalami keretakan. Itulah sebabnya keadaan masyarakat dan Negara mengalami kegoyahan-kegoyahan yang terkadang keaaan tidak terkendali dan dari situlah terjadinya perpecahan.. Sudah tentu sebabnya, misalnya adanya pertentangan karena perbedaan keinginan.
Perbedaan kepentingan sebenarnya merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan. Bila perbedaan kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideology tertentu termasuk antara mayoritas dan minoritas.
Prasangka (prejudice) diartikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbabang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karenaitu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkanpada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
1. berlatar belakang sejarah
2. dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3. bersumber dari factor kepribadian
4. berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminai
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2. Perluasan kesempatan belajar
3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Pertentangan-pertentangan Sosial/Ketegangan Dalam Masyarakat
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
  • Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat didalam konflik
  • Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
  • Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu,sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
  • Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
  • Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
  • pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
  • Elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
  • Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
  • Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
  • Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
  • Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
  • Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak
Integrasi Nasional
 Integrasi nasional Indonesia. Sejauh ini, apa yang telah ditampakkan oleh kajian sistem sosial dan budaya Indonesia? Bangsa yang ditengarai oleh aneka bifurkasi sosial menurut garis wilayah, etnis, agama, tingkat ekonomi, apakah masih memiliki signifikansi untuk bersatu? Jawabannya adalah ya. Persatuan di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru oleh sebab consensus nasional utama (Proklamasi 1945) pernah tercetus. Problem krusial di masa-masa kemudian adalah Indonesia terus mencari format-format baru integrasi nasionalnya sendiri.

Bukan Indonesia saja, Negara multikultur yang mengalami permasalahan integrasi nasional. Spanyol, sebagai missal, mengalami masalah integrasi nasional lewat persaingan politik antara etnis Catalan dengan Basque. Lebanon pun memiliki masalah integrasi nasional lewat integrasi agama yang sangat bervariasi (Islam Sunni, Islam Syiah, Kristen Maronit, Kristen Druze). Srilangka punya masalah yang terus berkembang akibat perseteruan antara etnis Sinhala dan Tamil. Tetangga Indonesia seperti Thailand dan Filipina menghadapi masalah integrasi nasional lewat kasus wilayah Pattani dan Moro. Sebab itu, masalah integrasi Negara yang berisikan multikultur bukan Cuma monopoli Indonesia.

Persoalan penting kemudian adalah, bagaimana Indonesia mengidentifikasi pola integrasi nasionalnya untuk kemudian diaplikasikan ke dalam tindakan positif menuju integrasi nasional, baik dari kalangan elit maupun masyarakat kebanyakan. Pertanyaan pentinya kemudian adalah, apa yang sesungguhnya “bergerak” dalam pola integrasi nasional Indonesia?

Beberapa Penjelasan Integrasi Nasional Indonesia

Dalam kasus integrasi nasional Indonesia, terdapat sejumlah penjelasan guna menggambarakan metode terjadinya integrasi nasional. Penjelasan-penjelasan ini memiliki aneka perbedaan titik tekan. Seluruh pendekatan yang tersedia kemudian akan dipertimbangkan keeratan hubungannya dengan metode integrasi nasional Indonesia.

1.Neopatrimonialisme

Pertama adalah penjelasan David Brown tentang metode integrasi Indonesia yang ditentukan elit.1 Brown menggunakan istilah Neo Patrimonialisme dalam kasus integrasi nasional Indonesia. Untuk memahami Neopatrimonialisme, paling jelas dikontraskan dengan apa yang Max Weber maksud dengan Patrimonialisme.

Patrimonialisme adalah “the object of obedience is the personal authority of the individual which he enjoys by virtue of his traditional status. The organized group exercising authority is, in the simplest case, primarily based on relations of personal loyalty, cultivated through a common process of education. The person exercising authority is no a ‘superior’, but a personal ‘chief’. His administrative staff does no consist primarily of officials, but of personal retainers … Wha determines the relations of the administrative staff to the chief is not the impersonal obligations of office, but personal loyalty to the chief.2

Dalam patrimonialisme, sistem pemerintahan terbangun lewat ikatan antara pimpinan pemerintah tertentu (ketua adat, raja, sultan) atau orang berpengaruh di mana ia diangkat ke dalam posisi tertentu di dalam kekuasaan pusat. Orang-orang ini punya pengikut yang mengikutinya berdasarkan loyalitas personal. Jaringan-jaringan patron-klien ini kemudian mengembangkan loyalitas masing-masing yang kedaerahan ke tingkat nasional.

Negara patrimonial sebab itu merupakan puncak dari suatu masyarakat yang dikarakteristikkan oleh hubungan patron-klien tradisional. Negara patrimonial, sebab itu, bergantung pada seberapa besar loyalitas rakyat pada pemimpin lokalnya, dan, loyalitas para pemimpin local kepada pemerintah pusat. Ia mengandalkan stabilitas sistem politik tradisional kedaerahan yang berkembang. Misalnya, ketaatan rakyat Yogyakarta kepada Sultan Hamengkubuwono X dan ketaatan Sultan Hamengkubowono kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Atau, dalam kasus Aceh, seberapa besar loyalitas rakyat Aceh kepada Hasan Tiro dan bagaimana sikap Hasan Tiro kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Lalu, apa yang membedakan antara patrimonialisme dengan neopatrimonialisme? Perbedaan utamanya terletak pada perubahan hubungan antara pengikut dan pemimpin. Dalam patrimonialisme, elit patrimonial menyatakan dirinya sebagai kelas istimewa yang mampu menempatkan dirinya sebagai monopol sumber daya sekaligus mengesampingkan massa dari wilayah kuasa dan kesejahteraan. Ini terus terjadi andaikan pemimpin patrimonial mampu menjamin keamanan dan perlindungan yang ia berikan kepada para pengikut.

Dalam neopatrimonialisme, perubahan ikatan tradisional, meningkatnya mobilisasi penduduk (vertical, horizontal), dan tersebarnya harapan akan demokrasi, membuat para elit patrimonial makin sulit memelihara ikatan patron-klien terhadap massanya. Loyalitas dari para pengikut kini berubah dari sekadar perlindungan dan keamanan menjadi bersifat material (kuasa, uang, kemakmuran).

Dalam konteks neopatrimonial, pemimpin massa yang tadinya (secara tradisional) memiliki pengikut loyal, kini mulai bergeser. Mereka tidak stabil lagi dalam menggamit massa-nya sendiri dan kemudian, untuk menyelamatkan posisi, turun ‘tahta’ menjadi broker politik. Pemimpin yang awalnya menguasai monopoli loyalitas massa suatu daerah kini terpecah. Dalam suatu daerah muncul ‘communal leader’ yang berbeda dengan pemimpin tradisional. Pemimpin-pemimpin baru ini mengklaim punya massa tertentu dan bersedia membela mereka baik secara material maupun politik. Inilah pemimpin-pemimpin neopatrimonial. Sebab itu, dalam Negara yang terintegrasi menurut garis neopatrimonial, menjadi penting kajian atas kohesi antar-elit neopatrimonial.

2.Teori Dimensi

Christine Drake mengutarakan tesis tentang 4 faktor yang mendorong integrasi nasional Indonesia.3 Pertama, dimensi politik dan sejarah yang menekankan kepada persamaan nasib selaku rakyat yang terjajah Hindia-Belanda, yang membangun kesadaran bersama mencapai satu tujuan. Kedua, dimensi sosiokultural yang termasuk atribut-atribut budaya yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, dan kemudian membimbing pada ikatan bersama untuk bersatu di dalam Indonesia.

Ketiga, dimensi interaktif, yaitu tingkat kontak yang terbangun antara orang-orang yang diam di wilayah yang kini menjadi Indonesia, di mana mereka satu sama lain saling berkomunikasi lewat perdagangan, transportasi, teleppon, migrasi, dan televise. Keempat, dimensi ekonomi, yaitu kesalingtergantungan ekonomi antar region-region yang ada di Indonesia.

3.Teori Proses Industri

Anthony Harold Birch.4 Birch coba cari jawaban bagaimana kelomopk etnik dan budaya yang saling berbeda mengikat diri ke dalam sebuah masyarakat nasional dan mendirikan Negara nasional. Sebagai proses, integrasi nasional merupakan produk dari kebijakan pemerintah (atau elit) yang disengaja. Integrasi nasional awalnya “tidak direncanakan” lewat proses mobilisasi sosial. Initinya suatu proses bagaimana industrialisasi mengundang pekerja meninggalkan desa asal untuk cari kerja di area industry baru. Perpindahan ini menggerogoti komunitas-komunitas sosial di area pedesaan dan memobilisasi pekerja untuk terserap di masyarakat nasional yang lebih besar. Hubungan kedaerahan menjadi lemah, bahasa dan dialek local makin samar untuk kemudian digantikan bahasan nasional. Budaya local dan kebiasaan kehilangan pendukungnya.

Alat transportasi, juga menyumbang point dalam integrasi nasional. Pembukaan jalan membuat wilayah-wilayah dan penduduk terlebur, berinteraksi, saling pengaruh. Terlebih, media massa kemudian muncul memberikan informasi-informasi baru harian kepada pemirsa yang bisa dicapainya. Anggota-anggota masyarakat yang tadinya berasal dari budaya atau kultur spesifik secara gradual masuk ke dalam terma masyarakat ‘yang lebih luas.’

Empat argumentasi diajukan dalam menjelaskan proses integrasi nasional. Pertama, dalam terminology keniscayaan sejarah. Dalam pandangan Hegel, masa depan umat manusia terletak dalam organisasi yang disebut ‘negara’. Negara merupakan bentuk tertinggi organisasi sosial yang ada di tengah masyarakat. Negara mempersatukan elemen-elemen yang berbeda di level masyarakat ke dalam ‘elemen bersama’ dan sifatnya lebih tinggi.

Kedua, pandangan integrasi nasional sebagai bentuk asimilasi sosial. Integrasi nasional adalah terasimilasinya budaya-budaya yang lebih ‘minor’ kepada budaya yang lebih ‘mayor’. Misalnya, etnis Cina di Indonesia mau tidak mau harus mengasimilasi seluruh atau sebagian dari kultur yang berkembang di Indonesia kebanyakan agar dapat terintegrasi baik di tengah Negara Indonesia. Demikian pula etnis-etnis Arab, agar dapat diterima di Indonesia harus mengasimilasi budaya umum yang berkembang di masyarakat Indonesia. Disintegrasi nasional muncul akibat asimilasi gagal dilakukan.

Ketiga, integrasi nasional muncul akibat pemerintah didasarkan atas perasaan kesatuan nasional. Integrasi nasional tidak akan tercipta jika perasaan tersebut belumlah lagi terbangun. Untuk itu, masalah bahasa persatuan, ideology nasional, merupakan komponen penting di dalam integrasi nasional. Pemerintah memiliki tugas menjamin hal-hal tersebut terselenggara, baik secara teori maupun praktik.

Keempat, integrasi nasional berhubungan dengan masalah representasi politik. Negara yang terbangun dari garis primordial berbeda memiliki sensitivitas tinggi warganegara atas aspek primordial ini. Agama, etnis, region, merupakan unsure primordial yang perlu diperhatikan representasi politiknya. Pimpinan puncak nasional memerlukan kohesi yang membuat representasi elemen primordial yang berlainan tersebut menggapai consensus. Partai-partai politik utamanya mengambil peran dalam integrasi nasional yang berhubungan dengan representasi politik ini.

Referensi :

Anthony Harold Birch, Nationalism and National Integration, (Routledge, 1989) p.36-42.

Christine Drake seperti termuat dalam Danilyn Rutherford, Raiding the Land of the Foreigners: The Limits of the Nation on An Indonesian Frontier, (Princeton University Press, 2002) p.4-5.

David Brown, The State and Ethnic Politics in SouthEast Asia, (CRC Press, 2004) p.78.

Diolah dari sumber :
Pdf File : http://ocw.gunadarma.ac.id/course/letter…
 http://wasnudin.blogdetik.com/2010/11/26/pertentangan-sosial-dan-integrasi-masyarakat/
http://setabasri01.blogspot.com/2009/08/integrasi-nasional-indonesia.html

Masyarakat Perkotaan, Aspek-Aspek Positif dan Negatif


      Masyarakat Perkotaan,  Aspek-Aspek Positif dan Negatit 
 
      Pengertian Masyarakat

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional. Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat bandsukuchiefdom, dan masyarakat negara. Katasociety berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
B.      Syarat-syarat Menjadi Masyarakat

-   Mematuhi aturan yang dibuat oleh negara
-          Mematuhi hak dan kewajiban sebagai masyarakat
-          Melindungi negara ditempat masyarakat tersebut bermukim
-          Menciptakan lingkungan yang tentram dan damai

C.      Pengertian Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community . Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta cirri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1.      kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
2.      orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
3.      Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan bahwa interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor kepentingan daripada factor pribadi.
4.   pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
5.      kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
6.   interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripaa factor pribadi
7.   pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
8.      perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

D.     Tipe Masyarakat

            Masyarakat mempunyai tipe seperti berikut :
a. Masyarakat kecil yang belum kompleks, yaitu masyarakat yang belum mengenal pembagian kerja, struktur, dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajarisebagai satu kesatuan.
b. Masyarakat yang sudah kompleks, yaitu masyarakat yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan sudah maju, teknologi maju, dan sudah mengenal tulisan.

E.      Ciri-ciri Masyarakat Kota

1. kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
2. orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
3.  Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan bahwa interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor kepentingan daripada factor pribadi.
4.  pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
5.  kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
6.  interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripaa factor pribadi
7.  pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
8.  perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar

F.      Perbedaan Masyarakat Kota dan Desa

-jumlah dan kepadatan penduduk
-stratifikasi sosial
-pola interaksi sosial
-lingkungan hidup
-corak kehidupan sosial
-solidaritas sosial
-mata pencaharian
-mobilitas sosial 
2.  Hubungan Desa dan Kota

a. masyarakat tersebut bukanlah 2 komunitas yg berbeda
b. bersifat ketergantungan
c. kota tergantung desa dlm memenuhi kebutuhan bahan pangan
d. desa jg merupakan tenaga kasar pd jenis pekerjaan tertentu
e. sebaliknya, kota menghasilkan barang dan jasa yg dibutuhkan desa
f. peningkatan penduduk tanpa diimbangi perluasan kesempatan krj berakibat kepadatan
g. mereka kelompok para penganggur di desa

3.  Aspek Positif dan Negatif

A.    Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan dan politik . Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang memebentuk struktur kota tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
-          Wisma : Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
-          Karya : Untuk penyediaan lapangan kerja.
-          Marga : Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
-          Suka : Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
-          Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.
Untuk itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan :
a)    Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota . Untuk itu maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya .
b)    Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat , agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
c)    Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak , maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru.
d)    Dalam rangka pemekaran kota , harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah kabupaten dan sekitarnya .
B.     Fungsi Eksternal
Fungsi eksternal dari kota yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalm kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik secara regional maupun nasional.

4.  Masyarakat Pedesaan

A.    Pengertian Desa

Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografis, social, ekonomi, politik dan kulural yng terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbale balik dengan daerah lain.
Pola keruangan desa bersifat agraris yang sebagian atau seluruhnya terisolasi dari kota. Tempat kediaman penduduk mencerminkan tingkat penyesuaian penduduk terhadap lingkungan alam, seperti iklim, tanah, topografi, tata air, sumber alam, dan lain-lain. Tingkat penyesuaian penduduk desa terjhadap lingkungan alam bergantung factor ekonomi, social, pendidikan dan kebudayaan.

B.     Ciri – ciri Desa

Ciri-ciri masyarakat desa antara lain sebagai berikut :
1. System kehidupan umumnya bersifat kelompok dengan dasar ekelurgaan (paguyuban).
2. Mansyarakat bersifat homogeny seperti dalam hal mata pencahariaan, agama dan adat istiadat.
3.Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bla dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya.
4. Mata pencahariaan utama para penduduk biasanya bertani.
5. Factor geografis sangat berpengaruh terhadapa corak kehidupan masyarakat.
6. Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.


          C. Ciri Masyarakat Desa :

1.      Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang
lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di
luar batas-batas wilayahnya.
2.      Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
3.      Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-
pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
4.      Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat
istiadat dan sebagainya.

D.     Gotong Royong

Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan musyawarahpantunPancasila,hukum adatketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia. Contohnya  seperti :
1.      Membersihkan lingkungan bersama
2.      Adanya sistem ronda untuk menjaga lingkungan
3.      Saling membantu sesama warga
4.      Bahu membahu dalam pembangunan desa

E.     Sifat dan Hakikat

Masyarakat desa dinilai oleh orang kota sebagai masyarakat damai, harmonis, adem ayem dan tenang.
Dan memiliki sifat :
-petani tidak kolot,, tidak bodoh, tidak malas
-sifat hidup penduduk desa rata-rata luas sawah kurang lebih 0,5 ha

F.      Gejala Mayarakat Pedesaan

Di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, yang menyebabkan di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan. Gejala-gejala sosial tersebut antara lain :
a. Konflik (pertengkaran), pertengkaran yang terjadi di sini biasanya terjadi karena masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga.
b. Kontraversi (pertentangan), petentangan ini sering terjadi diakibatkan perubahan kebudayaan, psikologi ata dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic).
c. Kompetisi (persaingan), persaingan di sini sering terjadi dalam berbagai hal, terutama dalam bekerja.
d. Kegiatan pada masyarakat pedesaan

G.     Sistem Budaya Petani Indonesia

Sejarah perjuangan hidup umat manusia hanya akan bermuara pada dua latar belakangbudaya, budaya petani (bertani, berternak dan menangkap ikan sebagai nelayan) dan budayapedagang. Indonesia, secara sadar mentransformasi budaya petani ke dalam budaya industri. Dan budaya itu pula yang menjiwai budaya industrinya. Apa dan bagaimana “budaya petani” dan “budaya pedagang” dapat tergambar dalam kisah sederhana.

H.     Unsur – unsur Desa :

-  daerah
-  penduduk
-  corak kehidupan
-  unsur gotong royong

I.       Fungsi Desa :

-  fungsi desa dlm hubungannya dengan kota
-  sebagai lumbung bahan mentah atau tenaga kerja
-  dan segi kegiatan, kerja desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan.
5.   Perbedaan Masyarakat  Desa dan Kota
                                                                                                 
Kehidupaan masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar adalah keadaan lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan seperti ini karena masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan kurang banyak pengalaman.
Untuk memahami masyarakata pedesaan dan perkotaan tidak mendefinisikan secara universal dan obyektif. Tetapi harus berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tingal dalam suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepensi, adanya norma-norma dan kebudayaan.
Masyarakat pedesaan ditentukan oleh bentuk fisik dan sosialnyya, seperti ada kolektifitas, petani iduvidu, tuan tanah, buruh tani, nelayan dsb.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat lain. Jadi perbedaan atau ciri-ciri kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenotas, perbedaan sosisal, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem lainnya.

mengutip:
 http://bimanovakh.blogspot.com/2011/01/masyarakat-perkotaan-aspek-aspek.html